PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL / CTL
(CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ketika kita membicarakan tentang
pendidikan, kita merasa bahwa kita sedang membicarakan permasalahan yang
kompleks dan sangat luas. Mulai dari masalah peserta didik, pendidik/guru,
manajemen pendidikan, kurikulum, fasilitas, proses belajar mengajar, dan lain
sebagainya. Salah satu masalah yang banyak dihadapi dalam dunia pendidikan kita
adalah lemahnya kualitas proses pembelajaran yang dilaksanakan guru di sekolah.
Dalam proses pembelajaran di dalam kelas hanya diarahkan kepada kemampuan anak
untuk menghafal informasi; otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun
berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu
untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya banyak peserta
didik yang ketika lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, akan
tetapi mereka miskin aplikasi.
Dalam Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UU Sisdiknas, 2003).
Sesuai fungsi pendidikan nasional
tersebut terletak juga tanggung jawab guru untuk mampu mewujudkannya melalui
pelaksanaan proses pembelajaran yang mampu bermutu dan berkualitas. Salah satu
strategi yang dapat dipergunakan guru untuk memperbaiki mutu dan kualitas
proses pembelajaran adalah dengan menerapkan strategi pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian CTL (Contextual
Teaching and Learning)
Kata kontekstual
(contextual) berasal dari kata
context yang berarti “hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks)”. (KUBI,
2002 : 519). Contextual Teaching and
Learning (CTL) adalah :
¨
Sanjaya (2005), suatu
pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara
penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan
situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan
mereka.
¨
Sukmadinata (2004),
suatu sistem atau pendekatan pembelajaran yang bersifat holistik, terdiri dari
komponen yang saling terkait, apabila dilaksanakan masing-masing memberikan
dampak sesuai dengan peranannya.
¨
Menurut Depdiknas (2003
: 5), konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari.”
¨
Secara umum, Contextual mengandung arti yang
berkenan, relevan, ada hubungan atau kaitan langsung, mengikuti konteks, yang
membawa maksud, makna, dan kepentingan.
2.2
Pengertian Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontektual (Contextual
Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.
Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi
pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. (http://www.papantulisku.com/2010/01/pembelajaran-kontekstual-contextual.html)
2.3
Komponen-komponen CTL (Contextual Teaching and Learning)
Komponen-komponen
dari CTL (Contextual
Teaching and Learning) antara
lain :
1.
Konstruktivisme
(Constructivism)
Konstruktivisme
(Constructivism) adalah proses membangun atau
menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.
Menurut pengembang filsafat konstruktivisme Mark Baldawin dan diperdalam oleh
Jean Piaget menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hannya dari objek
semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap
setiap objek yang diamatinya.
2.
Menemukan
(Inquiry)
Menemukan
(Inquiry) adalah proses pembelajaran
didasarkan pada pencapaian dan penemuan melalui proses berpikir secara
sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan
tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dalam model inquiry dapat dilakukan melalui beberapa langkah sistematis, yaitu
:
a.
Merumuskan masalah.
b.
Mengajukan hipotesis.
c.
Mengumpulkan data.
d.
Menguji hipotesis
berdasarkan data yang dikumpulkan.
e.
Membuat kesimpulan.
3.
Bertanya
(Quesrioning)
Belajar
pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat
dipandang sebagai refleksi dari keingin tahuan setiap individu. Sedangkan
menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir.
Dalam
pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :
a.
Menggali informasi
tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran.
b.
Membangkitkan motivasi
siswa untuk belajar.
c.
Merangsang
keingintahuan siswa terhadap sesuatu.
d.
Memfokuskan perhatian
siswa pada sesuatu yang diinginkan.
e.
Membimbing siswa untuk
menemukan atau menyimpulkan sendiri.
f.
Menggali pemahaman
siswa.
4.
Masyarakat
Belajar (Learning Community)
Konsep
masyarakat belajar (Learning Community)
dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama
dengan orang lain. Kerja sama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik
dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi
secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang
lain, antarteman atau antarkelompok; yang sudah tahu memberi tahu kepada yang
belum tahu atau yang pernah memiliki pengalaman membagi pengalamannya kepada orang
lain. Inilah hakekat dari masyarakat belajar yaitu masyarakat yang saling
membagi.
5.
Pemodelan
(Modeling)
Yang
dimaksud dengan asas modeling adalah
proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat
ditiru oleh setiap siswa. Proses modeling
tidak sebatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga memanfaatkan siswa yang dianggap
memiliki kemampuan. Modeling
merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari
pembelajaran yang teoristis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya
verbalisme.
6.
Refleksi
(Reflection)
Refleksi
(Reflection) adalah cara berpikir
tentang apa yang baru di pelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang
sudah dilakukan di masa lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian,
aktivitas, atau pengalaman yang baru di terima. Melalui proses refleksi,
pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada
akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya.
7.
Penilaian
Nyata (Authentic Assessment)
Penilaian
nyata (Authentic Assessment) adalah
proses yang dilakukan oleh guru untuk mengumpulkan informasi tentang
perkembangan belajar yang dilakukan oleh siswa. Penilaian ini dilakukan untuk
mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman
belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik
intelektual maupun mental siswa. Penilaian yang autentik dilakukan secara
terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus-menerus
selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan
kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.
2.4
Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Dalam pembelajaran
kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu
mengaitkan (relating),
mengalami (experiencing),
menerapkan (applying),
bekerja sama (cooperating)
dan mentransfer (transferring).
1.
Mengaitkan adalah strategi
yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi
ini ketika mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa.
Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan
informasi baru.
2.
Mengalami merupakan inti belajar
kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan
pengalaman maupun pengetahuan sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat
ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan
bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3.
Menerapkan. Siswa
menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru
dapat memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistik dan relevan.
4.
Kerja sama. Siswa yang
bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan.
Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah
yang kompleks dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerja sama tidak hanya
membantu siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.
5.
Mentransfer. Peran guru
membuat bermacam-macam pengalaman belajar dengan fokus pada pemahaman bukan
hafalan.
2.5
Penerapan dan Pendekatan Kontekstual
Hal-hal yang diperlukan untuk
mencapai sejumlah hasil yang diharapkan dalam penerapan pendekatan kontekstual
adalah sebagai berikut :
1.
Guru yang
berwawasan
Maksudnya yaitu guru yang berwawasan dalam penerapan
dan pendekatan.
2.
Materi dalam
pembelajaran
Dalam hal ini guru harus bisa mencari materi
pembelajaran yang dijiwai oleh konteks perlu disusun agar bermakna bagi siswa.
3.
Strategi
metode dan teknik belajar dan mengajar
Dalam hal ini adalah bagaimana seorang guru membuat
siswa bersemangat belajar, yang lebih konkret, yang menggunakan realitas, lebih
aktual, nyata/riil, dsb.
4.
Media
pendidikan
Media yang digunakan dapat berupa situasi alamiah,
benda nyata, alat peraga, film nyata yang mana perlu dipilih dan dirancang agar
sesuai dan belajar lebih bermakna.
5.
Fasilitas
Media pendukung pembelajaran kontekstual seperti
peralatan dan perlengkapan, laboratorium, tempat praktek, dan tempat untuk
melakukan pelatihan perlu disediakan.
6.
Proses
belajar dan mengajar
Hal ini ditujukan oleh perilaku guru dan siswa yang
bernuansa pembelajaran kontekstual yang merupakan inti dari pembelajaran
kontekstual.
7.
Kancah
pembelajaran
Hal ini perlu dipilih sesuai dengan hasil yang
diinginkan.
8.
Penilaian
Penilaian/evaluasi otentik perlu diupayakan karena
pada pembelajaran ini menuntut pengukuran prestasi belajar siswa dengan
cara-cara yang tepat dan variatif, tidak hanya dengan pensil atau paper test.
9.
Suasana
Suasana dalam lingkungan pembelajaran kontekstual
sangat berpengaruh karena dapat mendekatkan situasi kehidupan sekolah dengan
kehidupan nyata di lingkungan siswa.
2.6
Tahapan-tahapan Pelaksanaan Pembelajaran
Kontekstual
Tahapan
pelaksanaan pembelajaran kontekstual antara lain :
1.
Mengkaji materi pelajaran yang akan
diajarkan.
2.
Mengkaji konteks kehidupan siswa
sehari-hari.
3.
Memilih materi pelajaran yang dapat
dikaitkan dengan kehidupan siswa.
4.
Menyusun persiapan proses KBM yang
telah memasukkan konteks dengan materi pelajaran.
5.
Melaksanakan proses belajar mengajar
kontekstual.
6.
Melakukan penilaian otentik terhadap
apa yang telah dipelajari siswa.
2.7
Prinsip-prinsip Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran Kontekstual atau CTL juga
mempunyai beberapa prinsip utama dalam penerapan dan aplikasinya antara lain :
- Saling
ketergantungan
- Diferensiasi
- Pengaturan
Diri
2.8
Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual
Esensi pembelajaran kontekstual
adalah membantu siswa mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan konteks
kehidupan atau situasi nyata mereka sehari-hari. Dengan pendekatan ini
diharapkan proses belajar mengajar akan lebih konkret, realistis, dan lebih
bermakna. Dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual ini diperlukan
tahapan-tahapan yang perlu dipersiapkan secara matang.
2.9
Perbedaan antara Pendekatan Kontekstual
dengan Pendekatan Tradisional
Ø Kontekstual
1.
Menyandarkan pada pemahaman makna.
2.
Pemilihan informasi berdasarkan
kebutuhan siswa.
3.
Siswa terlibat secara aktif dalam
proses pembelajaran.
4.
Pembelajaran dikaitkan dengan
kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.
5.
Selalu mengkaitkan informasi dengan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
6.
Cenderung mengintegrasikan beberapa
bidang.
7.
Siswa menggunakan waktu belajarnya
untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek
dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).
8.
Perilaku dibangun atas kesadaran
diri.
9.
Keterampilan dikembangkan atas dasar
pemahaman.
10.
Hadiah dari perilaku baik adalah
kepuasan diri yang bersifat subyektif.
11.
Siswa tidak melakukan hal yang buruk
karena sadar hal tersebut merugikan.
12.
Perilaku baik berdasarkan motivasi
intrinsik.
13.
Pembelajaran terjadi di berbagai
tempat, konteks, dan setting.
14.
Hasil belajar diukur melalui
penerapan penilaian autentik.
Ø
Tradisional
1.
Menyandarkan pada hafalan.
2.
Pemilihan informasi lebih banyak
ditentukan oleh guru.
3.
Siswa secara pasif menerima
informasi, khususnya dari guru.
4.
Pembelajaran sangat abstrak dan
teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan.
5.
Memberikan tumpukan informasi kepada
siswa sampai saatnya diperlukan.
6.
Cenderung terfokus pada satu bidang
(disiplin) tertentu.
7.
Waktu belajar siswa sebagian besar
dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi
latihan (kerja individual).
8.
Perilaku dibangun atas kebiasaan.
9.
Keterampilan dikembangkan atas dasar
latihan.
10.
Hadiah dari perilaku baik adalah
pujian atau nilai rapor.
11.
Siswa tidak melakukan sesuatu yang
buruk karena takut akan hukuman.
12.
Perilaku baik berdasarkan motivasi
ekstrinsik.
13. Pembelajaran
terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.
14. Hasil
belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Strategi
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu
strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik
secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan
dengan situasi nyata sehingga mendorong peserta didik untuk menerapkannya dalam
kehidupan mereka. CTL memandang bahwa belajar bukan menghafal, akan tetapi
proses berpengalaman dalam kehidupan nyata. Kelas dalam pembelajaran CTL bukan
sebagai tempat untuk memperoleh informasi tetapi sebagai tempat untuk menguji
data hasil temuan peserta didik di lapangan. Ada beberapa perbedaan antara
strategi pembelajaran CTL dan konvensional yang membuktikan bahwa CTL lebih
efektif dan mampu menjadi alternatif pilihan strategi pembelajaran yang
diterapkan guru di sekolah. Diperlukan pola dan langkah pembelajaran CTL di
kelas agar strategi CTL dapat diterapkan secara efektif dan sesuai materi
pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi
Dasar (KD).
3.2
Saran
Dengan
pemahaman tentang Contextual Teaching and Learning (CTL) ini diharapkan
semua guru mata pelajaran dapat menerapkan strategi ini dalam melaksanakan
proses belajar mengajar (PBM) di sekolah dan dapat lebih meningkatkan kualitas
maupun kuantitas penguasaan materi mata pelajaran siswa di sekolah dan pada
akhirnya mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia sebagaimana
tujuan dan fungsi pendidikan nasional.
DAFTAR
RUJUKAN
Budiningsih, C. Asri,
DR. 2005. Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta: Rineka Cipta
http://gakuseishinsetsu.wordpress.com/2010/01/06/model-pembelajaran-konstektual/
//PDRTJS_settings_1036222_post_228={“id”:1036222,”unique_id”:”wp-post-228″,”title”:”Model
Pembelajaran Konstektual”,”permalink”
http://www.papantulisku.com/2010/01/pembelajaran-kontekstual-contextual.html
5 komentar:
mb cantik, mksh postingannya. salam kenal y? satu ptn jg, heheheh
kunjungi blog bru sy yg msh baru n belom bener :D heheheh
yuniarohma.wordpress.com
ijin copas ya mbak... :D
TERIMAKASIH ATAS BAHANNYA
terimakasih sangat membantu
mantap, bermanfaat dalam pembelajaran.
Posting Komentar